Jumat, 31 Mei 2013

PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA


 PERAN PENGAJARAN FORMAL
PADA PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA
 
Efek pengajaran formal yang mengarah pada pemerolehan bahasa kedua

Pengarahan pemerolehan bahasa kedua betul-betul dipertimbangkan dalam hubungan rangkaian umum pengembangan  dan tata tertib dalam ciri-ciri pokok tatabahasa yang diperoleh. Bukti untuk dilaporkan secara menyeluruh tentang tata urutan dan perbedaan kecil dalam urutan yang datang dari : (1) pelajaran morfem dan (2) pelajaran longitudinal. Pembahasan ini merupakan bentuk asli pemerolehan bahasa kedua secara alami dan juga secara campuran (antara lain jika terdapat ekspose alami dan pengajaran. Bab ini kini akan mempertimbangkan pelajaran yang serupa mengenai kelas pemerolehan bahasa kedua. Namun, karena terdapat pandangan relatif mengenai pelajaran, kesimpulan yang dapat digambarkan tentunya akan tentatif. Pelajaran morfem dan longitudinal akan dibahas secara terpisah.

Studi morfem dari kelas pemerolehan bahasa kedua


Studi morfem dapat digolongkan dalam dua kelompok. Pertama adalah lima studi yang menyelidiki pelajar bahasa kedua. Kelompok yang lain adalah empat studi yang menyelidiki pelajar bahasa asing.
Tiga studi mengenai pelajar bahasa kedua menemukan morfem yang sama dalam kelas pemerolehan bahasa kedua seperti dalam pemerolehan bahasa kedua secara alami. Fathman (1975) menggunakan uji produksi lisan untuk menilai pengetahuan tatabahasa dari dua ratus anak usia 6 hingga 15 tahun dari latar belakang yang berbeda-beda. Beberapa anak yang menerima pengajaran bahasa, sementara yang lainnya dalam kelas. Fathman menemukan korelasi yang sangat signifikan antara morfem dari dua kelompok pelajar dan menyimpulkan bahwa pesan yang didapatnya adalah konstan, tanpa tergantung dengan pengajaran. Perkin dan Larsen Freeman (1975) menyelidiki pesan morfem dari duabelas mahasiswa Universitas Venezuela setelah mereka menjalani dua bulan pengajaran bahasa setelah tiba di Amerika Serikat. Mereka menggunakan dua buah tugas dalam mengumpulkan data : (1) test terjemahan, dan (2) tugas deskripsi berdasarkan film non-dialog. Pada (1) pesan morfem sebelum dan setelah pengajaran berbeda secara signifikan, namun pada (2) tidak ada perbedaan signifikan. Peneliti menyimpulkan bahwa dimana spontanitas berujar terlibat, pengajaran formal tidak mempengaruhi perkembangan. Turner (1978) menyelidiki tiga pelajar bahasa kedua dan menemukan bahwa pesan pengajaran dari suatu set tatabahasa morfem tidak berkorelasi tinggi dengan pesan yang mereka dapatkan. Dengan kata lain, pesan pengajaran dan pembelajaran ternyata berbeda. Diambil secara bersama, pelajaran ini memberi kesan tapi tidak membuktikan pengajaran formal tidak mengubah pesan kemahiran morfem tatabahasa saat pelajar sibuk dalam menggunakan bahasa terfokus pada arti dari bahasa tersebut
Kedua studi lain mengenai pelajar bahasa kedua memberi kesan bahwa pengajaran dapat memiliki efek pada pesan morfem, meskipun efek itu relatif kecil dan tidak kekal. Lightbown dkk. (1980) menyelidiki performan dari 175 mahasiswa Perancis penutur bahasa Inggris berdasarkan (1) test penilaian secara tatabahasa, dan (2) pertanyaan komunikasi melibatkan deskripsi gambar. Mereka menemukan bahwa nilai pada (1) hasilnya meningkat sesuai hasil pengajaran, tapi dari nilai secara umum kemudian menurun (antara lain, setelah mahasiswa tidak lagi menerima pengajaran pada bagian tatabahasa yang diujikan). Pada (2) mereka menemukan bahwa pesan dari berbagai morfem kata benda dan kata kerja berbeda dari pesan ‘secara alami’. Hal ini terjadi karena mahasiswa jelek dalam hal bentuk jamak dibanding morfem kata kerja, kemungkinan karena efek dari bahasa pertamanya (antara lain, dalam bahasa Perancis bentuk akhir jamak ‘-s’ terjadi hanya pada tulisan). Bagaimanapun, saat morfem kata kerja dan kata benda betul-betul dipertimbangkan secara terpisah, pesan yang sesuai terjadi secara alamiah. Pada studi berikutnya, Lighbown (1983)  menemukan bahwa pada kelompok mahasiswa yang sama pada studi pertama ‘overlearnt’ pada penempatan ‘-ing’ kata kerja pada tahap tingkat pengembangan mereka. Lighbown memberi kesan bahwa hal ini sebagai hasil dari latihan formal secara intensif mengenai morfem ini pada tahap terlalu awal dan latihan yang terkonsentrasi tinggi dapat menunda efek. Meskipun, mahasiswa tidak menggunakan ‘-ing’ secara tepat, namun mengulur-ngulur penggunaan pada kontek yang membutuhkan morfem orang ketiga ‘-s’. kemudian, frekwensi ‘-ing’ menurun sejalan dengan mahasiswa yang menyortir masing-masing penggunaan ‘-s’ dam ‘=ing’. Sekali lagi, karenanya, kekacauan pada pesan alami membuktikan hanya bersifat sementara.
Salah satu masalah dari keseluruhan lima kelas studi morfem tentang pelajar bahasa kedua adalah bahwa pelajar yang telah menerima pengajaran lingkungan dimana hal itu memungkinkan bagi mereka untuk mengekpose bahasa kedua diluar kelas. Dengan kata lain, studi mungkin tidak menyentuh efek pembelajaran kelas.  Pica (1983) menyebutkan sejumlah studi seperti halnya ekspose tersebut mungkin lebih sedikit telah mengacaukan variabel. Fathman (1978) membandingkan apa yang ia sebut sebagai ‘pesan sukar’ dari pelajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing di kelas di Jerman dimana bahasa Inggris sebagai bahasa kedua untuk sekolah di Amerika Serikat. Pada kasus terdahulu, pengajaran telah memberikan kecocokan pada dua kriteria yang telah disebutkan : yaitu, yang terstruktur dan yang membutuhkan pemusatan pada bentuk. Pada kasus kemudian, pengajaran formal mini telah diperkenalkan. Meskipun demikian, Fathman melaporkan hubungan positif dalam pesan yang dihasilkan oleh dua kelompok pelajar, meskipun ia tidak mengidentifikasi jumlah perbedaan minornya.
Studi kedua kelas murni yang mempelajari pandangan Pica tersebut adalah sebagaimana menurut Makino (1979). Makino menyelidiki sembilan morfem yang dihasilkan dalam ujian tulis 777 subjek pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing di sekolah sekunder Jepang. Hasilnya menunjukkan bahwa pesan morfem yang dihasilkan berkorelasi signifikan dengan pesan yang dilaporkan oleh Dulay dan Burt dan oleh peneliti morfem lainnya (Hakuta 1974 adalah pengecualian).
Studi ketiga yang meneliti pandangan Pica adalah Sajavaara (1981a). ia mengumpulkan cara berujar secara spontan dari pelajar berbahasa Finlandia yang belajar bahasa Inggris dan menemukan suatu gangguan pesan.. satu dari perbedaan utama adalah didakam memposisikan rangking suatu tulisan. Pica mencatat bahwa sisten tulisan bahasa Finlandia dan bahasa Jepang berbeda dari bahasa Inggris, tapi hanya pelajar bahasa Finlandia dalam studi Sajaavara berbeda seara alami.
Pica melaksanakan studinya mengenai efek pengajaran terhadap pesan morfem. Ia membandingkan enam pelajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang menerima pengajaran formal di Mexico City baik pada kelompok pelajar alami, maupun pelajar campuran (sebagai contoh, seseorang menerima ekspose dan juga pengajaran) di Philadelphia. Pica memandang pada delapan morfem dan menemukan korelasi signifikan diantara tiga kelompok dan dengan pesan alami Krashen.
Pembahasan sembilan morfem tersebut diringkas dalam tabel 9.1. Kesimpulan apa yang dapat digambarkan?  Secara umum pengajaran formal tidak tampak memiliki efek terhadap pesan morfem yang dilaporkan untuk alami atau campuran pemerolehan bahasa kedua. Hanya saat data yang digunakan untuk menghitung pesan morfem secara ketat dimonitor (seperti dalam melakukan studi oleh Perkin dan Larsen-Freeman, misalnya) muncul berbeda-beda. Saat data dikumpulkan mencerminkan penggunaan yang komunikatif tentang bahasa kedua (sebagaimana dalam studi Pica, misalnya), pesan morfem adalah sama halnya dengan pesan alami atau berbeda hanya dalam istilah dan hanya dalam satu atau dua segi yang mungkin terlalu ‘overlearnt’. Kesimpulan umum ini membenarkan tanpa bergantung apakah pelajar adalah anak-anak atau dewasa dan yang paling menarik tanpa bergantung dari apakah pelajar orang asing ataukah lingkungan bahasa kedua. Satu-satunya pengecualian adalah studi Sajavaara.
Pengajaran formal muncul, lalu, hanya memiliki efek kurang berarti pada pesan order merujuk kepada bahasa yang digunakan secara spontan. Namun, sebagaimana yang telah tergambar pada bab 3, pesan morfem mengukur secara akurat lebih baik daripada pengetahuan yang didapatnya. Dalam upaya untuk memperoleh gambaran yang dapat dipercaya, mengenai pengaruh pengajaran pada pengembangan bahasa kedua, penting untuk berbalik ke arah studi longitudinal mengenai struktur transisi.

Studi longitudinal tentang kelas pemerolehan bahasa kedua

Allwright (1980 : 165) mengamati :
Secara aneh, pendekatan studi kasus sangat berperan pada metodologi bahasa kesatu dan kedua yang didapatkan para peneliti, tidak secara khusus, masuk akal untuk pelajar yang berada dalam kelas.
Terdapat sedikit studi longitudinal kelas pemerolehan bahasa kedua. Tiga diantaranya yang akan dibahas disini adalah Felix (1981), Ellis (1984a) dan Schumann (1978b). Bukti studi longitudinal yang tersedia oleh karenanya lebih sedikit dibandingkan apa yang disajikan studi morfem.
Studi Felix menarik perhatian tertentu karena subjeknya adalah pelajar kelas asli, contohnya mereka seluruhnya bergantung pada pengajaran formal untuk input bahasa kedua. Terdapat tiga puluh empat murid Jerman usia sepuluh hingga delapan tahun, mempelajari bahasa Inggris pada tahun pertamanya di Sekolah Menengah Atas Jerman. Para murid menerima 45 menit pelajaran bahasa Inggris selama lima hari seminggu. Studi keseluruhan mencapai delapan bulan.
Struktur tatabahasa yang Felix laporkan yaitu pada negasi, interogasi, tipe kalimat, dan kata ganti. Untuk setiap pola, kesamaan telah ditemukan antara hasil tutor dan pemerolehan bahasa kedua secara alami. Sebagai contoh, walaupun pelatihan sehari-hari dalam kalimat bulat negatif (misalnya ‘it isn’t) selama minggu pertama, murid tidak dapat menghasilkan kalimat yang benar dalam menggunakan ‘not’ atau ‘n’t’, sementara ucapan negatif secara spontan dari minoritas selama periode ini memuat penghubung ‘no’ (misalnya, ‘it’s no my comb’). Saat kata kerja utama kalimat negasi diperkenalkan (misalnya penggunaan ‘don’t’/doesn’t’), banyak ungkapan negatif anak-anak mengandung pelengkap kalimat negatif diluar (misalnya, ‘doesn’t she eat apples’ = she doesn’t eat apples). Dengan kata lain, anak-anak banyak menggunakan ‘don’t/doesn’t’ dalam cara khusus bagi pelajar alami yang menggunakan ‘no’. Contoh serupa mengenai bentuk yang diamati dalam pemerolehan bahasa kedua secara alami telah dilaporkan untuk pola lain yang diselidiki oleh Felix.
Felix berkesimpulan bahwa hasil tutor dan hasil alami pemerolehan bahasa kedua melibatkan proses pembelajaran yang sama dan bahwa
…..kemungkinan manipulasi dan kontrol kebiasaan verbal pelajar dalam kelas dalam faktanya terbatas. (Felix 1981:109)
Dalam kelas dimana pengajaran merupakan hal yang sangat formal, pelajar secara konstan dipaksa untuk menghasilkan pola yang mereka belum siap. Felix menduga upaya memecahkan masalah ini merupakan satu dari dua jalan yang ada. Apakah mereka memilih secara acak dari pola repertoir, ketidakbergantungan sintaksis atau kelayakan semantik, ataukah mereka mengikuti aturan yang sama bahwa itu merupakan karakteristik tahapan awal pemerolehan bahasa secara alami.
Ellis menyelidiki tiga pelajar bahasa kedua usia sepuluh hingga tiga belas tahun. Mereka menerima pengajaran penuh (misal, tanpa adanya penutur asli anak-anak). Hal itu selayaknya menunjukkan, bagaimanapun, bahwa bahasa Inggris – bahasa kedua – telah digunakan sebagai media umum komunikasi baik antara guru dan murid dan diantara murid itu sendiri. Jadi, baik kelas dan lingkungan sekolah memberikan kesempatan bagi pengguna bahasa Inggris. Pengajaran bahasa itu sendiri bervariasi, namun secara utama mengenai jenis audio-lingual. Studi mencangkup periode sembilan bulan. Pada saat awal, dua anak merupakan benar-benar pemula, sementara yang lain hampir dikatakan demikian (misal, ia hanya memiliki sedikit perbendaharaan kata bahasa Inggris saja).
Ellis menguji negatif, interogatif dan sejumlah frase morfem kata kerja. Kesemua pola ini secara formal diajarkan pada satu waktu atau saat yang lain selama sembilan bulan pembelajaran – beberapa orang pada kesempatan yang lain. Saat ucapan komunikasi dihasilkan oleh pelajar di kelas setelah dianalisa, ternyata menunjukkan pola pengembangan kurang lebih identik pada penelitian dalam pemerolehan bahasa kedua secara alami. Hasil ini adalah benar untuk semua pola yang diselidiki. Sebagai contoh, ungkapan penyangkalan anak-anak yang terdiri dari anaforik (misal, ‘no’ oleh dirinya sendiri atau ‘no’+ pernyataan terpisah). Negasi eksternal mengikuti, pertama dalam ungkapan ketiadaan kata kerja dan kemudian dalam ungkapan berisikan kata kerja. Penggantian negasi eksternal secara berangsur-angsur oleh negasi internal terjadi. Bersamaan dengan ‘not’ digantikan ‘no’ sebagai negasi pokok. Ellis, seperti halnya Felix, berkesimpulan bahwa proses yang sama ditemukan dalam pemerolehan bahasa kedua secara alami ditempat kerja. Satu-satunya perbedaan antara pemerolehan bahasa secara alami dan di kelas bahwa dapat diamati beberapa pola transisi yang berubah lebih lama (misal, penggunaan interogatif yes/no yang tidak dibalikan) dan beberapa susunan lambat muncul.  Ellis mengemukakan hal ini sebagai hasil pola penyimpangan komunikasi yang terjadi di kelas. Fakta lebih lanjut untuk penjelasan ini berasal dari Long dan Sato (1983), yang menemukan, sebagai misal, bahwa karakteristik input kelas mendominasi acuan sementara.
Dalam studi Schumann percobaan dengan sengaja dibuat untuk mengajar pelajar bahasa kedua dewasa tentang bagaimana untuk ber-negasi. Ini terjadi dalam konteks studi longitudinal dari cara lainnya yaitu pemerolehan bahasa kedua secara alami. Lebih dahulu pada eksperimen pengajaran, ungkapan kalimat negatif pelajar secara pokok adalah tipe ‘no + V’. Pengajaran meliputi periode selama sembilan bulan, dan selama itu perolehan dan spontanitas ungkapan kalimat negatif diperoleh. Pemerolehan ungkapan telah ditunjukkan oleh nilai perkembangan (64 persen benar berlawanan dengan sebelum pengajaran yang hanya mencapai 22 persen). Tetapi, ungkapan secara spontan tidak menunjukkan perubahan signifikan.(20 persen benar sebagaimana 22 persen benar sebelum pengajaran). Schumann berkesimpulan bahwa pengajaran mempengaruhi hasil belajar hanya dalam ujian seperti situasi saat komunikasi normal yang tidak dibuat-buat.
Dari kesemua studi ini (yang diringkas pada tabel 9.1), dapat diambil suatu hipotesa :
1.      pengajaran bukan proses berbelit-belit yang berperan dalam urutan pengembangan yang jelas dalam transisi pola seperti kalimat negatif, interogatif dalam pemerolehan bahasa kedua secara alami.
2.      ketika pelajar di kelas diperlukan untuk menghasilkan pola melebihi kompetensi mereka, bentuk yang aneh yang biasanya dihasilkan.
3.      simpangan input dapat memperpanjang tahap tertentu dari perkembangan dan melambatkan timbulnya beberapa fitur gramatikal.
4.      pelajar kelas dapat menggunakan pengetahuan yang diperoleh melalui pengajaran formal ketika mereka terfokus pada bentuk (yaitu, dalam suatu ujian terpisah).
Bagaimanapun, banyak penelitian dibutuhkan untuk memperkuat hipotesis ini.
  
Pengaruh pengajaran formal pada kesuksesan pemerolehan bahasa kedua.

Studi tentang pengaruh pengajaran formal pada kesuksesan pemerolehan bahasa kedua telah semakin banyak. Long (1984d), dalam tinjauan seksama riset yang relevan membuat daftar sebelas studi. Namun, kesemua studi ini telah menguji ‘kegunaan relatif’ suatu pengajaran. Bahwa, kesemuanya menyangkut dengan keseluruhan efek pengajaran pada kecakapan bahasa kedua dalam hubungannya pada efek ekspose ringan bahasa kedua secara alamiah. Jadi, tidak ada satupun studi yang menguji ‘efek absolut’ pengajaran formal, yaitu, apakah pengajaran dapat mempercepat pemerolehan pola gramatikal khusus. Juga, seperti halnya studi yang telah menguji campuran pelajar bahasa kedua (antara lain, mereka yang menerima ekspose dan pengajaran), studi tersebut tidak dapat menjawab apakah pengajaran formal yang didalam dirinya lebih efektif daripada ekspose dalam dirinya, tapi hanya, apakah pengajaran ditambah ekspose lebih baik daripada tidak ada pengajaran dan ekspose. Hal ini tidak sepenuhnya memuaskan, dengan alasan, yang akan dipertimbangkan kemudian. Terlebih dahulu, studi, akan dibagi pada dua grup. Grup pertama berisi sebelas studi hasil pemikiran Long ; hal ini, seperti yang dicatat dibawah, merujuk pada kegunaan relatif. Grup berikutnya berisi satu studi oleh Ellis (1984a) yang merujuk pada efek absolut. Keseluruhan studi hanya memikirkan efek perkembangan gramatikal.

Kegunaan relatif pengajaran formal

Mempelajari tipe studi ini dapat lebih lanjut dibagi sebagaimana berikut : (1) studi bagi mereka yang menunjukkan pengaruh pengajaran secara positif, (2) studi bagi mereka yang ambigu, dan (3) studi bagi mereka yang tidak menunjukkan pengaruh dari pengajaran.
Long (1983d) mendiskusikan enam studi yang menunjukkan pengaruh positif pengajaran formal. Dua diantaranya membandingkan pengaruh perbedaan jumlah pengajaran pada pelajar yang menerima jumlah yang sama dari ekpose. Empat studi lainnya menyelidiki hubungan antara perbedaan jumlah pengajaran, ekspose dan tingkat kemahiran pelajar. Kesemua studi mencakup anak-anak dan dewasa, suatu cakupan tingkat kemahiran, dan perbedaan target bahasa. Juga, pengujian biasa mengukur tingkat kemahiran poin diskrit (misal, pilihan berganda) dan tipe integratif.
Prosedur diadopsi oleh Krashen dan Seliger (1976) dan Krashen, Seliger dan Hartnett (1974) untuk mencocokan pasangan siswa yang memiliki jumah ekspose yang sama namun berbeda periode pengajaran formal (contohnya, untuk menahan faktor ekspose yang konstan dalam upaya mengukur pengaruh faktor pengajaran).  Kedua studi menemukan bahwa pelajar tersebut dengan pengajaran yang lebih memiliki skor tinggi dalam test kemahiran dibandingkan pelajar yang kurang dalam pengajaran. Namun, seperti yang digambarkan oleh Long, tidaklah mungkin untuk memastikan bahwa pengajaran dalam diri yang memiliki pengaruh, sebagaimana kiranya, pelajar yang lebih berpengalaman dalam hal pengajaran lebih banyak berhubungan dengan bahasa kedua. Jadi, hasil yang diperoleh dapat dijelaskan dalam hubungan jumlah keseluruhan hubungan (contohnya, total waktu pengajaran ditambah total waktu ekspose). Dalam upaya untuk menegaskan pengaruh nyata pengajaran formal, penting untuk memperlihatkan bahwa saat pelajar cocok dalam pengajaran namun berbeda dalam ekspose (contohnya faktor pengajaran dipengang konstan dalam upaya  menginfestigasi faktor ekspose), tidak terdapat kesesuaian pengaruh nyata untuk ekspose. Dalam kedua studi ini pada kenyataannya ditemukan sebagai kasus, memberi kesan bahwa pengamatan pengaruh nyata pengajaran bukan sekedar hasil dari keseluruhan waktu kontak yang lebih banyak. Bagaimanapun, studi oleh Martin (1980) menemukan pengaruh nyata untuk ekspose saat pengajaran merupakan untuk pengendali. Dalam suatu kesimpulan, lebih lanjut, studi oleh Krashen dan Seliger (1976) dan oleh Krashen, Seliger dan Hartnett (1974) menilai bahwa pengajaran adalah membantu, namun dengan bukti-bukti yang tak pasti.
Prosedur yang digunakan oleh keempat studi lainnya (Krashen dkk. 1978 ; Briere 1978 ; Carroll 1967 ; Chihara dan Oller 1978) juga bahwa menunjukkan pengaruh nyata pengajaran untuk mengukur secara statistik derajat kesesuaian antara jumlah pengajaran dan ekspose yang berpengalaman dengan siswa yang berbeda pada satu sisi dan nilai kemahiran pada sisi lainnya. Keempat studi menemukan hubungan antara ekspose dan kemahiran, tapi hanya tiga studi yang menemukan hubungan yang sama antara ekspose dan kemahiran. Juga kekuatan hubungan dengan pengajaran lebih kuat dalam dua studi, dan yang terlemah hanya pada satu studi.
Pada umumnya, pengajaran merupakan prediktor yang lebih baik dalam hal tingkat kemahiran daripada ekspose. Namun, sekali lahi, hal tersebut sangat sulit untuk memisahkan efek pengajaran dan ekspose dalam studi ini.
Long mendiskusikan dua studi dengan hasil ambigu (Hale dan Budar 1970, dan Fathman 1976). Pada kedua kasus studi itu sendiri membuahkan hasil yang mengindikasikan pengajaran tidaklah membantu. Hale dan Budar, sebagai contoh, menulis :
Terlihat bahwa mereka (pelajar) yang menghabiskan waktu dua hingga tiga hari dari enam haridalam kelas khusus TESOL menjadi lebih merugikan daripada membantu. (Hale dan Budar 1970:297)
Mereka berpendapat bahwa pelajar yang mencapai kemahiran tertinggi dalam waktu sesingkat mungkin merupakan mereka yang mengalami interaksi total dalam bahasa Inggris dan kebudayaannya. Long, menyebutkan bahwa karena rancangan studi Hale dan Budar, variabel seperti pengajaran, latar belakang ekonomi-sosial, jumlah ekspose, dan sikap orang tua apakah bertentangan sehingga tidaklah mungkin untuk menentukan yang bertanggungjawab atas perbedaan dalam tingkat kemahiran yang diamati. Long, juga menunjukkan bahwa permasalahan secara metodologi membuat ragu apa yang dihasilkan Fathman.
Tiga studi (Upshur 1968 ; Mason 1971 ; Fathman 1975) menunjukkan tidak ada keuntungan tentang pengajaran. Dalam setiap kasus, perbandingan dibuat antara pengajaran dan ekspose serta ekspose saja, dengan total aktu kontak yang dijaga tetap sama. Long menentang bahwa meskipun hasilnya negatif, terdapat beberapa indikasi baha pengajaran tetap berperan, meskipun secara hasil statistik tidak mencapai signifikan.
Pengambilan semua studi ini secara bersama (digambarkan pada tabel 9.2), Long menyatakan bahwa ‘sungguh terdapat fakta mengindikasikan bahwa pengajaran bahasa kedua telah membuat perbedaan’ (1983d: 374). Ia membantah bahwa pengaruhnya (1) pada anak sebaik pada dewasa, (2) pada pelajar tingkat menengah dan tingkat lanjut sebaik pada pemula, (3) pada keutuhan sebagaimana halnya pada poin test terpisah, dan (4) dalam perolehan si kaya sebagaimana halnya perolehan si miskin. (3) merupakan signifikan, karena memberi kesan bahwa pengajaran membantu performan komunikatif, dimana  test integratif diharapkan untuk mengukur seperti halnya performan yang dimonitor dalam pengamatan yang sejenis dalam poin test terpisah. (4) merupakan pertentangan mengenai hipotesa yang dikemukakan Krashen tentang hal pengajaran yang akan bernilai dalam  pemerolehan di lingkungan miskin, saat pelajar mungkin tidak dapat memperoleh input memadai melalui ekspose, tapi tidak signifikan dalam pemerolehan di lingkungan kaya, dimana disana terdapat banyak input yang dapat dimengerti. Dalam pernyataan Long tentang penelitian yang didapat, pengaruh pengajaran formal adalah dapat dimengerti.

Pengaruh nyata pengajaran formal

Studi sejenis yang dilaporkan diatas tidak memberi keterangan pada apa yang benar-benar terjadi saat pengajaran formal berlangsung. Jika demikian membantu pemerolehan bahasa kedua, siapakah yang melakukannya? Ellis (1984e) memperkenalkan untuk menguji ini. Ia mengukur pengaruh tiga jam pengajaran pada bentuk dan arti dari pertanyaan WH pada kelompok tiga belas pelajar bahasa kedua tingkat dasar berusia antara sepuluh sampai lima belas tahun. Dua subjek pelajar diselidiki dalam studi longitudinal yang telah dibahas lalu. Ini menunjukkan bahwa pada saat pengajaran, WH interogatif mulai muncul dalam bertutur komunikasi. Seperti ketika anak-anak ini dinilai sedikit dibawah rata-rata kelompok keseluruhan, hal itu diduga bahwa WH interogatif lebih kecil dari subjek ‘daerah perkembangan terdekat’ (Vygotsky 1962) ; bahwa, pelajar secara perkembangannya ‘siap’ untuk pertanyaan WH. Namun, hasil yang ditunjukkan bahwa untuk keseluruhan kelompok meningkat tidak signifikan dalam kemampuan anak-anak menggunakan secara tepat dan secara gramatikal dibentuk dengan baik pertanyaan WH sebagaimana hasil pengajaran. Beberapa anak, menunjukkan tanda peningkatan individual. Untuk menetapkan apakah hal ini dapat diturunkan pada pengajaran yang mereka terima, Ellis mengukur partisipasi setiap murid dalam perubahan pengajaran dalam satu pelajaran. Ia menemukan bahwa itu adalah interaktor rendah yang lebih baik daripada interaktor tinggi yang berkembang dalam kemampuan untuk menggunakan pertanyaan WH dimana merupakan target pelajaran ini. Kemudian keterlibatan aktif dalam pengajaran formal bahasa tidak muncul untuk memfasilitasi pemerolehan bahasa kedua.
Studi ini tidak dapat dikatakan untuk menunjukkan bahwa pengajaran formal tidak memiliki pengaruh nyata – lebih banyak lagi konfirmasi studi yang dibutuhkan untuk meraih kesimpulan tersebut – tapi hal itu mengindikasikan bahwa kegunaan relatif pengajaran mungkin tidak dihasilkan dari pemerolehan pola yang mengangkat target n atau pelajara. Poin ini akan dibahas kemudian.

Sumber: Jurnal Marlia, S.Pd., M.Hum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar